Jumat, 09 Januari 2009

Ikhtiyar Menyebar Gagasan Yang Berserak

Judul : Napak Tilas Reformasi Politik Indonesia
Pengarang : Denny J.A., Ph. D.
Penyunting : Agus Sudibyo
Penerbit : LKiS Yogyakarta
Cetakan I : Agustus 2006
Tebal : xiv-387 hlm (termasuk indeks)


Yusriandi Pagarah*

Banyak pihak yang pesimis terhadap proses demokratisasi politik di Indonesia. Apalagi menjelang pelaksanaan pemilihan presiden lansung untuk pertama kalinya digelar pada tahun 2004 silam. Keraguan tersebut bukannya tak beralasan. Banyaknya persoalan politik masa lalu yang belum tuntas dan bahkan belum tersentuh sama sekali, tantangan hari ini dan prediksi masa depan yang kian suram dan rumit, membuat berbagai kalangan semakin apatis. Kentalnya politik aliran, proses politik dan pendidikan politik yang belum dewasa, mengandalkan modal politik kharismatik, dan pemilih yang belum mandiri, merupakan sisi-sisi negatif lain dan bom waktu yang siap meledakan wajah Indonesia.

Tapi rakyat Indonesia menjawab semua keraguan tersebut dengan penyelenggaraan pemilu yang demokratis dan nyaris sempurna. Tak banyak insiden yang meminta korban berdarah dan tak banyak peristiwa pilu yang mencederai proses demokrasi. Semua elemen bangsa dan dunia internasional berdecak kagum. Mereka yang pernah pesimis pun ikut bergembira. Singkat kata, Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Yusuf Kalla dikukuhkan sebagai presiden dan wakil presiden RI pertama dalam pemilihan presiden langsung.

Denny J.A., pemegang 7 rekor MURI di bidang akademis, jurnalisme dan konsultan politik, serta doktor comparatic politics dari Ohio State University Amerika Serikat ini, dengan amat baiknya mencoba merekam perjalanan berliku menjelang pemilihan presiden lansung di Indonesia tahun 2004 silam. Sekali pun kumpulan tulisan ini merupakan transkrip dialog interaktif setiap Rabu pagi di Radio Delta F.M., namun dengan kapasitas Denny J.A. sebagai host dalam talkshow tersebut mampu memperkaya persfektif kita dalam membaca dan menganalisa berbagai fenomena politik mutakhir negeri ini. Menghadirkan narasumber yang berkompeten di bidangnya.

Buku ini menyuguhkan banyak hal kepada kita perihal jalan-jalan berliku menjelang pemilihan presiden lansung, yang barangkali belum seutuhnya terakomodasi dalam televisi dan media cetak. Buku yang terdiri dari enam bab ini dibuka dengan topik “Mahkamah Konstitusi: Sebuah Monster Baru”. Menghadirkan narasumber Sultoni dari Konsorsium Reformasi Hukum Nasional tersebut sangat cemas dengan wewenangan MK yang begitu luas. Sebagai lembaga yang lahir dari spirit reformasi untuk melakukan check and balance roda pemerintahan, namun dengan kekuasaan MK yang begitu luas berpotensi menyulut konflik bersambung. MK dapat membatalkan undang-undang, membubarkan partai politik, membatalkan hasil pemilu dan menurunkan presiden dan wakil presiden terpilih. Hingga tepat sekali mengukuhkan MK sebagai “monster baru” dalam perpolitikan Indonesia (hlm.5).

Di tempat lain dicatat bahwa momentum reformasi berhasrat membatasi kewenangan DPR dan sekaligus berhasrat mengoptimalkan fungsinya sebagai lembaga eksekutif. Sebagai lembaga eksekutif yang bertugas mengontrol kinerja pemerintah dan melakukan legislasi undang-undang. Namun siapakah yang berhak mengawasi kinerja eksekutif? Telah jadi rahasia umum bahwa lembaga DPR bersama lembaga kepresidenan merupakan lahan gambut bagi persemaian berbagai tumpangan kepentingan. Para anggota dewan pun terkenal suka imbas-imbis, seperti sering bolos rapat, calo anggaran dan santernya isu KKN. Untuk meminimalisir hal tersebut maka dibuatlah undang-undang tentang susunan dan kedudukan DPR atau UU Susduk DPR. Bahkan ada pihak yang mengusulkan pembentukan lembaga recalling—suatu mekanisme yang memberikan hak untuk memecat anggota DPR sebelum berakhir masa jabatannya. Recalling bisa saja berasal dari internal parpol sendiri dan bisa juga oleh Badan Kehormatan DPR (hlm. 19 dan 23).

Persoalan darah biru politik juga disorot secara menarik dalam buku ini. Yaitu mengenai pertarungan tiga putri Bung Karno jelang pemilu tahun 2004 lalu—Megawati dengan PDIP, Rahmawati dengan Partai Pelopor dan Sukmawati dengan PNI Marhaen. Menurut diskusi dan hasil polling SMS, ketiga putri Bung Karno tersebut lebih mengedepankan nama besar Bung Karno ketimbang mewakili anasir pikiran prisma Bung Karno sendiri (hlm. 67).

Calon presiden dari kalangan militer, konversi calon presiden dari partai Golkar, presiden versi SMS, good governance, dan kembalinya politikus hitam. Konflik internal partai politik jelang pemilu, konflik internal partai calon anggota DPR, konflik internal partai politik dalam penyaringan kepala daerah, serta potensi konflik kerusuhan dalam pemilu juga didedah secara kritis dan dari berbagai perspektif. Persoalan disintegrasi dan rekonsiliasi bangsa di Aceh, Poso, Papua serta konflik horizontal pada pelbagai daerah juga disorot dengan amat baiknya. Isu terorisme dan konflik global juga tak luput disorot (hlm. 159-204).

Bila selama ini intelektual kita diramaikan dengan terbitnya catatan harian seperti catatan harian Ahmad Wahib dan catatan harian Soe Hok Gie yang fenomenal. Bahkan yang disebut terakhir telah pula diangkat ke layar lebar. Kemudian diiringi dengan penerbitan surat-surat pribadi, semisal surat-surat politik Cak Nur dengan Mohammad Roem. Diikuti penerbitan ceramah-ceramah di kampus Jalaluddin Rachmat dan komentar-komentar Cak Nur mengenai berbagai persoalan aktual bangsa setelah shalat Jumat di Paramadina. Denny J.A. telah mempublikasikan dua buku hasil thalkshow-nya di Metro TV yang diterbitkan Pustaka Sinar Harapan Jakarta, masing-masing berlabel Election Wacth dan Parliament Wacth.

Penulis produktif ini kembali mempublikasikan dua buku sekaligus hasil dialog interaktif yang dipandunya di Radio Delta F.M. dan diterbitkan oleh LKiS Yogyakarta. Ditilik dari sisi mana saja, terobosan ini layak diapresiasi. Disamping sebagai bentuk penyatuan beragam gagasan berharga yang berserak, penerbitan dialog-dialog interaktif di radio ini juga merupakan ikhtiyar untuk mendokumentasikan dan memasifkan ide-ide bernas yang bersifat lisan ke dalam tradisi tulisan.[]

*Penikmat buku, bergiat pada Forum Kajiam Lereng Merapi (For Kalem) Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar