Jumat, 09 Januari 2009

Kabar dari Rantau

:tuk Ricouer

Adikku
Hadapkan wajah pada peraduan matahari
Akan kau cerap indah lembayung senja
Pada tabur langit bersemburat jingga
Jangan cemas, adikku
Bila mentari pergi lagi
Dan sembunyikan sendu di hijab cakrawala
Rembulan temaram dan kerdipan gemintang
Akan menemani menepikan sunyi

Rantau itu tak berpeta tak bertuan
Seperti hamparan samudera yang tak bertepi
Tantangan dan cobaan yang mendera badan
Kerap melilit harkat dan mengiris harga diri
Tapi jangan takut, adikku
Rantau ini bukan rantau Cina
Bukan pula rantau Malinkundang

Mimpi kemaren masih saja terbengkalai
Masih banyak lekuk
Dan tasik rantau yang belum dikunjungi
Karena itulah adikku
Kepulangan ini tetap saja mesti diulur
Sampai menemukan hari baik dan musim baik

Adikku
Bila bulan Syawal memangkas Ramadhan
Engku Mudo melihat hilal dari Ulakan
Bedug ditabuh garin dari tepian Danau Maninjau
Takbir, tahmid, dan tasybih diarak orang
Dari Taratak Painan, Kubu Batanduak hingga Koto Nan Ampek
Juga di kampung-kampung terpencil di Sumpur Kudus

Bila esok sajadah telah dihamparkan
Saat itulah adikku
Bisikkan pelan pada Ibu:
”Merantau itu panggilan tradisi
Dan Si Buyung ingin lebih lagi merantau”*
Mintalah Ibu menyisipkan beberapa baris doa
Untuk leluhur peneruka dan musafir kesepian


Jogja, saat hati sangat ingin dipeluk Ibu
15 menit jelang bedug tutup puasa 2006 berbunyi

*Dipinjam dari puisi penyair Joko Pinurbo (JokPin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar